Selasa, 10 November 2015

Pengertian Belajar dan Teori-teori Besar Dalam Belajar Pembelajaran

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Untuk menyelesaikan dan bertanggung jawab atas tugas yang telah diberikan oleh guru pembimbing kepada kami. Maka kami menyusun makalah ini dengan penuh tanggung jawab.
Dan semoga dengan di susunnya makalah ini, makalah ini digunakan sebagai media pembelajaran, karena materi ini adalah kumpuan dari beberapa sumber yang baik. Sehingga setelah kita menggunakan makalah ini sebagai media pembelajaran, kita semua, kususnya kami bisa lebih mengerti dan menguasai tentang materi ini.
Makalah ini berisi tentang teori-teori dalam belajar. Dan semoga ilmu yang kita pelajari menjadi ilmu yang barokah sehingga apabila ilmu kita barokah men-jadikan ilmu kita akan bermanfaat sampai kapan pun.
Mengingat kami juga manusia biasa apabila ada kesalahan atau kekurangan pada makalah ini kami memohon maaf yang sebesar -besarnya.

Rumusan Masala
1. Apakah hakekat dalam belajar ?
2. Apa sajakah macam-macam teori-teori belajar dan Jelaskan ?
Tujuan
1. Mengerti hakekat dalam belajar ?
2. Mengerti apa sajakah macam-macam teori-teori belajar dan Jelaskan ?



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hakekat Dalam Belajar
Dalam psikologi dan pendidikan , pembelajaran secara umum didefinisikan sebagai suatu proses yang menyatukan kognitif, emosional, dan lingkungan pengaruh dan pengalaman untuk memperoleh, meningkatkan, atau membuat perubahan’s pengetahuan satu, keterampilan, nilai, dan pandangan dunia (Illeris, 2000; Ormorod, 1995).
Belajar sebagai suatu proses berfokus pada apa yang terjadi ketika belajar ber-langsung. Penjelasan tentang apa yang terjadi merupakan teori-teori belajar. Teori belajar adalah upaya untuk menggambarkan bagaimana orang dan hewan belajar, sehingga membantu kita memahami proses kompleks inheren pembelajaran.
2.2 Macam-Macam Teori dalam Belajar
2.1.1 Teori Belajar Behavioristik
A. Pengertian Belajar Menurut Pandangan Teori Behavioristik
Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap per-ilaku kondisi yang diinginkan. Hukuman kadang-kadang digunakan dalam menghilangkan atau mengurangi tindakan tidak benar, diikuti dengan menjelaskan tindakan yang diinginkan.
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984). Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, se-dangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberi-kan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur.
Kesimpulan dari kelompok kami yaitu bahwa Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Dalam teori ini seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan peru-bahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.

B. Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar Behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gagne dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, menduduk-kan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya per-ilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman menurut Gagne dan Berliner. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, se-dangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberi-kan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan ting-kah laku tersebut.
Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil bela-jar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau rein-forcement(hadiah/faktor penguat)dari lingkungan. Dengan demikian dalam ting-kah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.
Gagasan utama dari teori ini adalah bahwa untuk memahami tingkah laku manusia diperlukan pendakatan yang objektif, mekanistik, dan matrealistik, se-hingga perubahan tingkah laku pada diri seseorang dapat dilakukan melalui upaya pengondisian. dengan perkataan lain, mempelajari tingkah laku seseorang seha-rusnya dilakukan melalui pengujian dan pengamatan atas tingkah laku yang tam-pak, bukan dengan mengamati kegiatan bagian dalam tubuh. Dan menurut tokoh behavioristik bahwa tidak bertanggung jawab dan tidak ilmiyah mempelajari ting-kah laku manusia semata-mata didasarkan pada kejadian-kejadian subjektif, yakni kejadian-kejadian yang diperkirakan terjadi di dalam pikiran, tetapi tidak dapat diukur dan diamati.

1. Prinsip, ciri-ciri teori behavioristik
a) Prinsip teori behavioristik
1) Obyek psikologi adalah tingkah laku
2) Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek
3) Mementingkan pembentukan kebiasaan

b) Ciri-ciri teori behavioristik
1) Mementingkan pengaruh lingkungan (environmentalistis)
2) Mementingkan peranan reaksi (respon)
3) Mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar
4) Mementingkan hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu
5) Mementingkan pembentukan kebiasaan.
6) Ciri khusus dalam pemecahan masalah dengan “mencoba dan gagal’ atau trial and error.

2. Tokoh-tokoh teori behavioristik
Beberapa tokoh besar dalam aliran behaviorisme antara lain adalah :
a. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia. Ia mengemukakan bahwa dengan menerapkan strategi ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara indi-vidu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
Pavlov mengadakan percobaan laboratories terhadap anjing. Dalam percobaan ini anjing di beri stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi bersa-rat pada anjing. pavlov meletakkan daging yang sudah di lembutkan dengan diiringi oleh bunyi garbu hingga anjing tersebut mengeluarkan air liur, kegiatan ini dilakukan hingga hasilnya tanpa memeberikan daging di mulut anjing dan hanya membunyikan garbu anjing tersebut sudah menge-luarkan air liur. Contoh situasi percobaan pada manusia adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu tanpa disadari menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap bunyi-bunyian yang berbeda dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank. Dari contoh tersebut diterapkan strategi Pavlo ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimu-lus dari luar.
Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi ka-rena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi. Yang terpenting da-lam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara otomatis keakti-fan dan penentuan pribadi dihiraukan.

b. Thorndike (1874-1949)
Menurut Thorndike belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus dan respon. Thorndike menggambarkan proses belajar sebagai proses pemecahan masalah. Dalam penyelidikannya tentang proses belajar, pelajar harus diberi persoalan, da-lam hal ini Thorndike melakukan eksperimen dengan sebuah puzzlebox.
Dalam sebuah Eksperimen yang dilakukan dengan kucing yang di-masukkan pada sangkar tertutup yang apabila pintunya dapat dibuka secara otomatis bila knop di dalam sangkar disentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori Trial dan Error. Ciri-ciri belajar dengan Trial dan Er-ror Yaitu : adanya aktivitas, ada berbagai respon terhadap berbagai situasi, ada eliminasai terhadap berbagai respon yang salah, ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan.
Atas dasar percobaan di atas, Thorndike menemukan hukum-hukum belajar :
1) Hukum Kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat. Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskanPrinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan. Masalah pertama hukum law of readiness adalah jika kecenderungan bertindak dan orang melakukannya, maka ia akan merasa puas. Akibatnya, ia tak akan melakukan tindakan lain. Masalah kedua, jika ada kecenderungan bertindak, tetapi ia tidak melakukannya, maka timbullah rasa ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya. Masalah ketiganya adalah bila tidak ada kecenderungan bertindak padahal ia melakukannya, maka timbullah ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.
2) Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan) , maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
3) Hukum Hasil (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi. Ada beberapa ciri-ciri belajar dengan menggunakan “Trial and Error”, yaitu: (a) ada motif pendorong aktifitas; (b) Ada berbagai respon terhadap situasi; (c) ada eliminasi respon-respon yag gagal atau salah ; dan (d) ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan. Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.
c. Skinner (1904-1990)
Skinner menganggap reward dan reinforcement merupakan faktor pent-ing dalam belajar. Skinner berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal, mengontrol tingkah laku. Pada teori ini guru memberi penghar-gaan hadiah atau nilai tinggi sehingga anak akan lebih rajin. Teori ini juga disebut dengan operant conditioning. Operant conditioning adalah suatu proses penguatan perilaku operant yang dapat mengakibatkan perilaku ter-sebut dapat diulang kembali atau menghilang sesuai keinginan.
Prinsip belajar Skinners adalah :
1) Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika salah dibet-ulkan jika benar diberi penguat.
2) Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pela-jaran digunakan sebagai sistem modul.
3) Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri, tidak digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk menghindari hukuman.
4) Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable ratio rein-forcer.
5) Dalam pembelajaran digunakan shapping.


3. Kelebihan Dan Kekurangan Teori Behavioristik
A. Kelebihan teori behavioristik
1) Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan kondisi belajar.
2) Guru tidak membiasakan memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika murid menemukan kesulitan baru ditanyakan pada guru yang bersangkutan.
3) Mampu membentuk suatu prilaku yang diinginkan mendapatkan pengakuan positif dan prilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative yang didasari pada prilaku yang tampak.
4) Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambun-gan, dapat mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk sebelumnya. Jika anak sudha mahir dalam satu bidang tertentu, akan lebih dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan pengulangan yang berkesinambungan tersebut dan lebih optimal.
5) Bahan pelajaran yang telah disusun hierarkis dari yang sederhana sampai pada yang kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi da-lam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu mampu menghasilakan suatu prilaku yang konsisten terhadap bidang tertentu.
6) Dapat mengganti stimulus yangsatu dengan stimuls yang lainnya dan seterusnya sampai respons yang diinginkan muncul.
7) Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsure-unsur kecepatan, spontanitas, dan daya tahan.
8) Teori behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru, dan suka dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.

B. Kekurangan toeri behavioristik
1) Sebuah konsekwensi untuk menyusun bahan pelajaran dalam ben-tuk yang sudah siap.
2) Tidak setiap pelajaran dapat menggunakan metose ini.
3) Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa di dengar dan di pandang sebagai cara belajar yang efektif.
4) Penggunaan hukuman yang snagt dihindari oleh para tokoh behav-ioristik justru dianggap sebagai metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
5) Murid dipanang pasif, perlu motifasi dari luar, dan sangat di-pengaruhi oleh penguatan yang diberikan oleh guru.
6) Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelsan dari guru dan mendengarkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara bela-jar yang efektif sehingga inisiatf siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa diselesaikan oleh siswa.
7) Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif, tidak produktif, dan menundukkan siswa sebagai in-dividu yang pasif.
8) Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher cencered learning) bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
9) Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi siswa, yaitu guru sebagai center, otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih, dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.

4. Aplikasi teori belajar behaviorisme menurut tokoh-tokoh antara lain :
A. Aplikasi Teori Pavlov
Contohnya yaitu pada awal tatap muka antara guru dan murid dalam
kegiatan belajar mengajar, seorang guru menunjukkan sikap yang ramah dan memberi pujian terhadap murid-muridnya, sehingga para murid merasa terkesan dengan sikap yang ditunjukkan gurunya.

B. Aplikasi Teori Thorndike
a. Sebelum guru dalam kelas mulai mengajar, maka anak-anak dis-iapkan mentalnya terlebih dahulu. Misalnya anak disuruh duduk yang rapi, tenang dan sebagainya.
b. Guru mengadakan ulangan yang teratur, bahkan dengan ulangan yang ketat atau sistem drill.
c. Guru memberikan bimbingan, pemberian hadiah, pujian, bahkan bila perlu hukuman sehingga memberikan motivasi proses belajar mengajar.

C. Aplikasi Teori Skinner
Guru mengembalikan dan mendiskusikan pekerjaan siswa yang telah diperiksa dan dinilai sesegera mungkin.

2.1.2 Teori Belajar Kognitif
A. Pengertian Belajar Menurut Pandangan Teori Kognitif
Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan.
Istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia/satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan,memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa.
Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kog-nitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal).
Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain.
Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
B. Tokoh-Tokoh Teori Kognitif
Teori Perkembangan Kognitif menurut “Jean piaget “
Teori Jean Piaget tentang perkembangan kognitif memberikan batasan kembali tentang kecerdasan, pengetahuan dan hubungan anak didik dengan lingkungannya. Kecerdasan merupakan proses yang berkesinambungan yang membentuk struktur yang diperlukan dalam interaksi terus menerus dengan lingkungan. Struktur yang dibentuk oleh kecerdasan, pengetahuan sangat subjektif waktu masih bayi dan masa kanak – kanak awal dan menjadi objek-tif dalam masa dewasa awal.
Piaget juga memberikan proses pembentukan pengetahuan dari pan-dangan yang lain, ia menguraikan pengalaman fisik, yang merupakan abstraksi dari ciri – ciri dari obyek, pengalaman logis matematis atau pengetahuan endogen disusun melalui proses pemikiran anak didik . Sruktur tindakan, operasi kongkrit dan operasai formal dibangun dengan jalan logis – matematis.
Dari aspek tenaga pendidik misalnya. Seorang guru diharuskan mem-iliki kompetensi bidang kognitif. Artinya seorang guru harus memiliki ke-mampuan intelektual, seperti penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan cara menilai siswa dan sebagainya.
Faktor yang Berpengaruh dalam Perkembangan Kognitif, yaitu :
1) Fisik
Interaksi antara individu dan dunia luat merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengem-bangkan pengetahuan kecuali jika intelegensi individu dapat memanfaat-kan pengalaman tersebut.
2) Kematangan
Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.
3) Pengaruh sosial
Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat memacu atau menghambat perkembangan kognitifnya.

C. Aplikasi Teori Kognitif
Prinsip kognitivisme banyak dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat pada perancangan suatu sistem instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1) Si belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu.
2) Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks.
3) Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa pengertian penyajian.
Menurut kelompok kami, teori kognitif lebih kompleks dari pada teori behavioral karena siswa atau peserta didik tidak hanyamelibatkan antara stimulus dan respon tetapi mengedapankan proses kognitif atau pemikiran.

2.1.3 Teori Belajar Humanistik
A. Pengertian Belajar Menurut Pandangan Teori humanistik
Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. \proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami ling-kungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya,bukandarisudutpandangpengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengem-bangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah :
1) Proses pemerolehan informasi baru,
2) Personalia informasi ini pada individu.

B. Tujuan utama teori belajar humanistik
Pendidik adalah membantu murid untuk mengembangkan diri sendiri dengan cara membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia dan mambantu dalam mewujudkan semua potensi yang ada dalam diri. Selain teori belajar behavioristik dan teori belajar kognitif, sebuah teori belajar humanistik juga sangat penting untuk dimengerti.
Berdasarkan teori humanistik proses belajar harus dimulai serta di-tujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia tersebut. Untuk itu, teori humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian ilmu filsafat, kepribadian dan psikoterapi dari pada bidang kajian-kajian psikologi dalam belajar. Teori ini sangat mementingkan obyekyang di-pelajari dari pada proses belajar tersebut.
Teori humanistik ini lebih banyak membahas tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, dan mengenai proses belajar dalam bentuk yang terbaik. Atau bisa dikatakan bahwa teori ini lebih tertarik pada pengertian belajar dalam bentuknya yang paling sempurna dari pada pemahaman mengenai proses belajar sep-erti yang selama ini telah dikaji berdasarkan teori-teori belajar.
Di dalam pelaksanaannya, teori ini terlihat juga dalam pendekatan belajar yang bermakna atau yang juga tergolong dalam aliran kognitif yang mengatakan bahwa belajar adalah asimilasi penuh makna. Materi pelajaran diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang su-dah dimiliki.
Motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam proses belajar, karena tanpa motivasi dan keinginan dari pihak pelajar, tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur konitif yang sudah ada. Teori ini berpendapat bahwa belajar apapun bisa dimanfaatkan jika tujuannya untuk mencapai aktualisasi diri, pemahaman dan realisasi diri orang yang belajar dengan cara optimal.

Didalam teori belajar humanistik sendiri memiliki beberapa tokoh yang mengemukakan pendapat mengenai teori ini. Abrham Maslow dan Carl Ransom Rogers menjadi dua tokoh memberikan pandangannya mengenai teori pembelajarn humanistik
1) (Thobroni ,2015:140).
Maslow menjelaskan bahwa belajar adalah suatu kesadaran yang muncul dari dalam jiwa masing-masing individu, proses belajar tidak dapat begitu saja muncul jika tidak ada usaha yang dimiliki dari dalam maupun luar individu. Faktor dari luar dapat berasal dari seorang guru yang selalu memberikan motivasi serta dorongan kepada para siswa.
Maslow mempuyai pandangan yang positif tentang manusia, bahwa manusia mempunyai potensi untuk maju dan berkembang. Dan manusia akan mengalami pematangan melalui ligkungan yang menun-jukan dan usaha aktif dari diri sendiri untuk merealisasikan potensinya. Memaksimalkan pengetahuan yang diperolah siswa, dalam hal ini adalah pengetahuan oleh keolahragaan. Langkah awal kita sebagai pengajar sekaligus pendidik kita harus mengetahui apa saja yang dibutuhkan siswa agar dapat mencapai tujuan pembelajaran, salah satunya adalah tahu dan paham apa itu teori belajar. Teori belajar penting digunakan untuk membantu siswa dalam melalui proses pembelajaran dan memperoleh hasil yang memuaskan. Teori Humanistik ini juga lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia; yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif,karen Ke-mampuan bertindak positif ini yang di sebut sebagai potensi manusia para pedidik.
Teori Maslow didasarkan sebagai asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal,yaitu:
a. Suatu hal yang positif untuk berkembang
b. Seorang individu harus mempunyai perkembangan berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan bijak dan benar

Oleh Maslow kebutuhan manusia yang tersusun bertingkat itu di rinci kedalam tingkat kebutuhan yaitu;

1. Kebutuhan-kebutuhan dasar fisiologis
Kebutuhan manusia yang paling mendesak untuk dipenuhi karena berkaitan dengan kelangsungan hidup. Kebutuhan ini berupa makan,minum, oksigen, istrahat, dan keseimbangan teratur. Bilah kebu-tuhan individu tidak terpenuhi maka individu tidak akan bergerak untuk meraih kebutuhan yang lebih tinggi.
2. Kebutuhan akan rasa aman
Merupakan kebutuhan psikologis yang fudamental dan perlu di-penuhi. Apabilah pemenuhan kebutuhan akan rasa aman terhadap pemenuhannya, akan menimbulkan gangguan kepribadian yang serius. Walau begitu, kebutuhan ini akan tercapai setelah seseorang terpenuhi kebutuhan dasarnya. Kebutuhan rasa aman dibedakan menjadi dua yaitu; Aman secara fisik dan aman secara psikologis.
Aman secara fisik ditandai dengan keadaan bebas rasa sakit, bebas dari gangguan dan kekacauan, sedangkan aman secara psikologis terlihat dari ti-adanya rasa takut, cemas dan ada perlindungan.
3. Kebutuhan akan cinta dan memiliki
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang mendorong seseorang berinteraksi secara efektif dan emosiaonal dengan orang lain. Kebutuhan ini tumbuh dilingkungan keluarga, berkembang kelingkungan kelompok sebaya dan akhirnya menuju pada kelompok sosial yang lebih luas. Ku-rangnya kasih sayang menyebabkan perkembangan seseorang terhambat.
4. Kebutuhan akan rasa harga diri
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang mengandung dua kon-sep yaitu rasa harga diri oleh diri sendiri serta penghargaan yang diberi-kan oleh orang lain terhadap diri seseorang. Harga diri meliputi kebu-tuhan akan kepercayaan diri, kompetisi, penguasaan, prestasi, kebebasan dan tidak ketergantungan. Penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik dan penghargaan. Terpenuhi self steem pada diri sesorang akan merang-sang timbulnya sikap percaya diri, rasa kuat ras mampu, rasa berguna. Sedangkan selt esteem rendah menghasilkan sikap rendah diri, rasa tak pantas, rasa lemah, rasa tak mampu, rasa tak berguna menyebabkan yang bersangkutan dihantui kemepuan, keranguan, dan keputusaan menga-hadapi hidup.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri
Kebutuhan ini tertinggi dari semua kebutuhan yang dikemukakan Maslow. Kebutuhan ini akan muncul dan terpuaskan bialah kebutuhan lain dibawahnya sudah terpenuhi. Aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang ada dalam diri manusia untuk mengekspresikan, mengembangkan segala kemampuan dan potensi yang dimiliki. Juga merupakan dorongan dalam diri untuk menjadi diri sendiri seperti apa yang dikehendaki. Bisa juga dikatan sebagai pengungkapan hasrat untuk menyempurnakan keberadaannya.


2) (2015:140) Carl Ransom Rogers
Guru menghubungkan pengetahuan akademik ke dalam penge-tahuan terpakai, seperti mempelajari mesin untuk memperbaiki mo-bil.Experiental Learning menunjukan pada penuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiental learning mencakup keterli-batan siswa secara personal, bersiniatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Pandangan Rogers terhadap manusia, pada dasarnya manusia itu baik dan mempunyai pentensi untuk tubuh dan perkembangan, dapat memahami diri sendiri serta dapat mengatasi masalah-masalahnya.
Konsep penting dari Carl Rogers antara lain;
1. Organisme
Organisme yaitu makhluk fisik (physical crature) dengan semua fungsi-fungsinya, baik fisik maupun psikis. Organisme ini jaga merupa-kan locus (tempat) semua pengalaman, dan pengalaman ini merupakan persepsi seseorang tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam diri sendiri dan juga didunia luar (external world).
2. Self
Self merupakan konstruk utama dalam teori keperibadian Rogers, yang dewas ini dikenala dengan “self concept” (konsep diri).

C. Kekurangan dan Kelebihan dari Teori Humanistik
Dari sekian banyak teori motivasion yang ada, mungkin teori hirarki kebutuhan Maslow yang paling luas dikenal. Teori ini mewariskan pesan bagi kita bahwa begitu orang melewati tingkat kebutuhan tertentu, ia tidak lagi terdorong oleh motivasi tingakat dibawahnya

1) Kekurangan
Hendaknya hirarki kebutuhan Maslow tidak lihat secara kaku dan mutlak. Batas-batas antara tingkatan yang satu dengan yang lain tidak terlampau jelas dan menunjukan saling tumpang tindih. Tidak bisa dipas-tikan dengan kaku bahwa kebutuhan rasa aman hanya akan muncul setekah kebutuhan akan makanterpuas sepenuhnya.

2) Kelebihan
Dalam teori humanistik ini Kelebihannya dapat dijelaskan sebagai beri-kut;
a) Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis fenomena sosial.
b) Indikator keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar, dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku, seta sikap atas kemaun sendiri.
c) Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara ber-tanggung jawab tanta mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, displin, atau etika yang berlaku.

D. Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa
Peran guru/pelatih dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa.
Guru/pelatih memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.


Kesimpulan Kelompok Kami :
Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan”
Secara singkatnya, penedekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
Arthur Combs (1912-1999) Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis.
Carl Rogers dipengarungi oleh diri (SELF).

2.1.4 Teori Belajar Konstruktivistik
A. Pengertian Belajar Menurut Pandangan Teori Konstruktivistik
Konstruktivisme merupakan pandangan filsafat yang pertama kali dikemukakan oleh Giambatista Vico tahun 1710, ia adalah seorang sejarawan Italia yang mengungkapkan filsafatnya dengan berkata ”Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan”. Dia menjelaskan bahwa “mengetahui” berarti “mengetahui bagaimana membuat sesuatu”. Ini berarti bahwa seseorang baru mengetahui sesuatu jika ia dapat menjelaskan unsur- unsur apa yang membangun sesuatu itu (Suparno, 1997:24).
Filsafat konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia melalui interaksi dengan objek, fenomena pengalaman dan lingkungan mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Poedjiadi (2005 :70) bahwa “konstruktivisme bertitik tolak dari pembentukan pengetahuan, dan rekonstruksi pengetahuan adalah mengubah pengetahuan yang dimiliki seseorang yang telah dibangun atau dikonstruk sebelumnya dan perubahan itu sebagai akibat dari in-teraksi dengan lingkungannya”.
Karli (2003:2) menyatakan konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif yang hanya dapat diatasi melalui pengetahuan diri dan pada akhir proses belajar pengetahuan akan dibangun oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interkasi dengan ling-kungannya.
Menurut Suparno (1997:49) secara garis besar prinsip-prinsip kon-struktivisme yang diambil adalah (1) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun secara sosial; (2) pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan keaktifan siswa sendiri untuk bernalar; (3) siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah; (4) guru berperan membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.
Berikut ini akan dikemukakan ciri-ciri pembelajaran yang kon-struktivis menurut beberapa literatur yaitu :
1) Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang te-lah ada sebelumnya
2) Belajar adalah merupakan penafsiran personal tentang dunia
3) Belajar merupakan proses yang aktif dimana makna dikembangkan berdasarkan pengalaman
4) Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan (negosiasi) makna me-lalui berbagai informasi atau menyepakati suatu pandangan dalam ber-interaksi atau bekerja sama dengan orang lain
5) Belajar harus disituasikan dalam latar (setting) yang realistik, penilaian ha-rus terintegrasi dengan tugas dan bukan merupakan kegiatan yang terpisah. (Yuleilawati,2004 :54)
Sedangkan menurut Siroj adalah :
1) Menyediakan pengalaman belajar dengan mengkaitkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sedemikian rupa sehingga belajar melalui proses pem-bentukan pengetahuan.
2) Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, tidak semua mengerjakan tugas yang sama, misalnya suatu masalah dapat diselesaikan dengan berbagai cara.
3) Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistik dan rel-evan dengan melibatkan pengalaman konkrit, misalnya untuk memahami suatu konsep melalui kenyataan kehidupan sehari-hari.
4) Mengintegrasikan pembelajaran sehingga memungkinkan terjadinya transmisi sosial yaitu terjadinya interaksi dan kerja sama seseorang dengan orang lain atau dengan lingkungannya, misalnya interaksi dan kerjasama antara siswa, guru, dan siswa-siswa.
5) Memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lisan dan tertulis sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif.
6) Melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga menjadi menarik dan siswa mau belajar.
Kenyataan menunjukkan bahwa seorang guru yang mengajar di kelas sering mendapatkan siswa- siswanya mempunyai pemahaman yang berbeda tentang pengetahuan yang diperoleh dan dipelajarinya, pada hal siswa-siwa belajar dalam lingkungan sekolah yang sama, guru yang sama, dan bahkan buku teks yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan tidak begitu saja di transfer dari guru ke siswa dalam bentuk tertentu, melainkan siswa membentuk sendiri pengetahuan itu dalam pikirannya masing-masing sehingga pengetahuan tentang sesuatu dipahami secara berbeda-beda oleh siswa.
Pengetahuan tumbuh dan berkembang dari buah pikiran manusia melalui konstruksi berfikir, bukan melalui transfer dari guru kepada siswa. Oleh karena itu siswa tidak dianggap sebagai tabula rasa atau berotak kosong ketika berada di ke-las. Ia telah membawa berbagai pengalaman, pengetahuan yang dapat digunakan untuk mengkonstruksikan pengetahuan baru atas dasar perpaduan pengetahuan sebelumnya dan pengetahuan yang baru itu dapat menjadi milik mereka.

B. TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK
1) Ragam Teori Konstruktivistik
a) Konstruktivistik Kognitif
Ketidakpuasan terhadap behaviorisme yang fokus pada tingkah laku teramati telah membawa Jean Piaget untuk mengembangkan satu pendekatan belajar yang lebih menaruh perhatian pada “apa yang terjadi pada kepala anak”. Pengertian belajar menurut konstruktivistik kognitif adalah proses perubahan dalam struktur kognitif seorang individu sebagai hasil konstruksi pengetahuan yang bersifat individual dan internal. Adapun konsep pokok Jean Piaget sebagai berikut:
1) Equilibrium/Disequilibrium
Situasi ketidaktahuan atau konflik dalam diri individu yang disebabkan rasa ingin tahu, menyebabkan seseorang berada dalam ketidakseimbangan yang disebut disequilibrium. Manusia berusaha mengatasi kondisi disequilibrium yang tidak menyenangkan dengan bertanya, membaca, mendatangi kejadian, dan semacamnya agar tercipta kondisi equilibrium. Sehingga disequilibrium menjadi drive for equilibration atau menjadi dorongan/motivasi untuk bertindak.
2) Organisasi & Skema
Perlu diketahui bahwa apa yang dipelajari anak tidak masuk begitu saja kealam berpikir anak, atau dengan kata lain apa yang masuk, tidak tersimpan secara acak-acakan ke dalam otak. Apa yang masuk akan disusun sedemikian rupa agar berkaitan dengan kerangka berpikir yang dimilikinya yang disebut pengorganisasian.
Setiap struktur atau hirarki dari pengorganisasian semua pengetahuan yang dimiliki individu terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan dan membentuk kerangka struktur yang disebut skema. Dalam pembelajaran, tiap materi yang dipelajari sebaiknya dikaitkan dengan pengalaman anak sebelumnya (skema) agar terkoneksi dengan struktur kognitif siswa.
3) Adaptasi : Asimilasi & Akomodasi
Terkadang saat memperoleh pengalaman baru dan pada saat bersamaan kita mengetahui bahwa pengalaman sebelumnya yang sudah dimiliki ternyata sudah tidak sesuai lagi. Proses penyesuaian skema dengan pengalaman baru dalam upaya mempertahankan equilibrium disebut adaptasi.
Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan akomodasi adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
Selain Piaget, ada tokoh konstruktivistik kognitif lain yakni Jerome Bruner dengan discovery learning (belajar penemuan) di mana siswa belajar dengan caranya sendiri untuk menemukan prinsip-prinsip dasar. Dalamdiscovery learning siswa didorong untuk belajar lebih jauh lagi menurut caranya sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa mendapatkan pengalaman-pengalaman serta melakukan eksperimen.
b) Konstruktivistik Sosial
Berbeda dengan konstruktivistik kognitif dimana anak cenderung lebih bebas mengkonstruk sendiri pengetahuannya dan peran guru yang akhirnya kabur dan tidak jelas sebagai pengajar. Sebaliknya, konstruktivistik sosial yang dipelopori Vygotsky mengedepankan pengkonstruksian pengetahuan dalam konteks sosial sehingga peran guru menjadi jelas dalam membantu anak mencapai kemandirian. Dari Piaget ke Vygotsky ada pergeseran konseptual dari individual ke kolaborasi, interaksi sosial, dan aktivitas sosiakultural. Pengertian belajar menurut konstruktivistik sosial adalah proses perubahan perilaku yang terjadi sebagai akibat munculnya pemahaman baru yang dibangun dalam konteks sosial sebelum menjadi bagian pribadi individu.
Menurut Santrock (2008) salah satu asumsi penting dari konstruktivistik sosial adalah situated cognition yaitu ide bahwa pemikiran selalu ditempatkan (disituasikan) dalam konteks sosial dan fisik, bukan dalam pikiran seseorang. Konsep situated cognition menyatakan bahwa pengetahuan dilekatkan dan dihubungkan pada konteks di mana pengetahuan tersebut dikembangkan. Jadi idealnya, situasi pembelajaran diciptakan semirip mungkin dengan situasi dunia nyata.
Menurut Vygotsky dalam Slavin (2008) ada empat prinsip konstruktivistik sosial:
1) Pembelajaran Sosial (social learning)
Pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai adalah pembelajaran kooperatif. Vygotsky menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksi bersama dengan orang dewasa atau teman yang lebih cakap. Pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran yang terjadi ketika murid bekerja dalam kelompok kecil untuk saling membantu dalam belajar.
2) Zone of Proximal Development (ZPD)
Bahwa siswa akan mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada dalam ZPD. Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkan masalah sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan orang dewasa atau temannya (peer). Bantuan atau support diberikan agar siswa mampu mengerjakan tugas atau soal yang lebih tinggi tingkat kerumitannya daripada tingkat perkembangan kognitif anak.
Bila materi yang diberikan di luar ZPD maka ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, materi tersebut tidak menantang atau terlalu mudah untuk diselesaikan. Kedua, materi yang disajikan terlalu tinggi dibandingkan kemampuan awal sehingga anak kesulitan untuk menguasai apalagi menyelesaikannya, bahkan anak bisa mengalami frustasi.
3) Cognitive Apprenticeship
Yaitu proses yang digunakan seorang pelajar untuk secara bertahap memperoleh keahlian melalui interaksi dengan pakar, bisa orang dewasa atau teman yang lebih tua/lebih pandai. Pengajaran siswa adalah suatu bentuk masa magang/pelatihan. Awalnya, guru memberi contoh kepada siswa kemudian membantu murid mengerjakan tugas tersebut. Guru mendorong siswa untuk melanjutkan tugasnya secara mandiri.
4) Pembelajaran Termediasi (Mediated Learning)
Vygostky menekankan pada scaffolding yaitu bantuan yang diberikan oleh orang lain kepada anak untuk membantunya mencapai kemandirian. Siswa diberi masalah yang kompleks, sulit, dan realistik, dan kemudian diberi bantuan secukupnya dalam memecahkan masalah siswa. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri. Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu:
1. Siswa mencapai keberhasilan dengan baik.
2. Siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan.
3. Siswa gagal meraih keberhasilan.
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan adalah sebagai berikut:
1) Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi
2) Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari
3) Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.

2) Nilai-nilai Konstruktivistik
Menurut Lebow dalam Hitipeuw (2009) nilai-nilai konstruktivistik yang utama adalah:
1. Collaboration: apakah tugas-tugas pembelajaran dicapai melalui kerjasama dengan komunitasnya atau tidak?
2. Personal autonomy: apakah kepentingan pribadi pembelajar menentukan kegiatan dan proses pembelajaran yang diterimanya?
3. Generativity: apakah ada kemungkinan pembelajar didorong untuk membangun dan menemukan sendiri prinsip-prinsip dan didorong untuk mengelaborasi apa yang diterima?
4. Reflectivity: apakah setelah pembelajaran selesai misalnya, pembelajar bisa melihat manfaat dari apa yang telah dipelajarinya dan apakah dia menemukan sesuatu yang bisa digunakan untuk memperbaiki belajarnya sesuai dengan konteksnya?
5. Active engagement: apakah setiap individu terlibat secara aktif dalam belajar untuk membangun pemahamannya atau pembelajar lebih pada menerima saja apa yang diberikan?
6. Personal relevance: apakah pembelajar bisa melihat keterkaitan dari apa yang dipelajarinya dengan kehidupannya sendiri?
7. Pluralism: apakah pembelajarannya tidak menekankan pada satu cara atau satu solusi? Apakah semua pendapat pribadi mendapat tempat dalam dialog pembelajaran?

3) Prinsip-prinsip Utama Konstruktivistik dalam Pembelajaran
Menurut Hitipeuw (2009) prinsip-prinsip utama konstruktivistik dalam pembelajaran di kelas adalah:
1. The best learning is situated learning. Pembelajar memecahkan masalah, menjalankan tugas, belajar materi baru dalam suatu konteks yang bermanfaat bagi pembelajar dan berkaitan dengan dunia nyata.
2. Pembelajar dalam proses belajarnya mendapatkan scaffolding yang bisa datang dari guru atau teman dalam mengembangkan pemahaman atau keterampilan barunya. Di sini, konstruktivistik mendorongapprenticeship approach (cognitive apprenticeship), menunjukkan pada proses di mana seorang pembelajar memperoleh keahlian secara perlahan-lahan melalui interaksi dengan seorang ahli, apakah seorang dewasa atau dua orang yang lebih maju darinya.
3. Mengkaitkan semua kegiatan belajar ke dalam tugas atau problema yang lebih besar. Tujuannya agar pembelajar dapat melihat relevansi tujuan belajarnya yang spesifik dan kaitannya dengan tugas yang lebih besar dan kompleks sehingga kelak mereka dapat berfungsi lebih efektif dalam kehidupan nyata.
4. Membantu pembelajar dalam mengembangkan rasa memiliki atas semua masalah dan tugasnya. Jadi bukan sekedar lulus tes.
5. Mendesain tugas yang autentik. Membuat tugas-tugas yang menantang kognitif siswa dalam belajar sains misalnya seperti layaknya ilmuwan. Problem atau tugas bisa dinego dengan pembelajar agar sesuai dengan tuntutan kognitif dan dapat mendorong rasa memiliki.
6. Mendesain tugas dan lingkungan belajar yang merefleksikan kompleksitas lingkungan yang kelak pembelajar diharapkan berfungsi di dalamnya.
7. Memberi kesempatan bagi pembelajar untuk memiliki dan menemukan proses mendapatkan solusi.
8. Mendesain lingkungan pembelajar yang mendukung dan menantang pemikiran pembelajar. Di sini guru bertindak sebagai konsultan atau pelatih sesuai dengan konsep scaffolding & zone of proximal development dari Vygotsky.
Selain prinsip di atas, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran konstruktivistik, yaitu:
1) Mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan;
2) Mengutamakan proses;
3) Menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial;
4) Pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman.
4) Kelebihan dan Kekurangan Teori Konstruktivistik

a) Kelebihan :
1) Pembelajaran konstruktivistik memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri.
2) Pembelajaran konstruktivistik memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
3) Pembelajaran konstruktivistik memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
4) Pembelajaran konstruktivistik memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks.
5) Pembelajaran konstruktivistik mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan merka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
6) Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
b) Kelemahan :
1) Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ahli sehingga menyebabkan miskonsepsi.
2) Konstruktivistik menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda.
3) Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreativitas siswa.
Menurut kelompok kami teori kontruktivistik adalah hasil konstruksi manusia melalui interaksi dengan objek, fenomena pengalaman dan lingkungan mereka dan bertitik tolak dari pembentukan pengetahuan, dan rekonstruksi.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1) Teori Behavioristik
Bahwa behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rang-sangan. Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang diinginkan. Hukuman kadang-kadang digunakan dalam menghilangkan atau mengu-rangi tindakan tidak benar, diikuti dengan menjelaskan tindakan yang di-inginkan.
Teori belajar behavioristik menekankan pada perubahan tingkah laku serta sebagai akibat interaksi antara stimulus dan respon. Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari in-teraksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar apabi-la ia bisa menunjukkan perubahan tingkah lakunya.
2) Teori Kognitif
Menurut teori ini, belajar adalah perubahan persepsi dan pema-haman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk peru-bahan tingkah laku yang bias diamati. Asumsi dasar teori ini adalah, bahwa setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan di dalam dirinya.
Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif.
Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi (bersinambung) secara klop dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki oleh siswa.
Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Pe-rubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.

3) Teori Humanistik
Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” Secara singkatnya, penedekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut.Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
a) Arthur Combs (1912-1999) Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu.
b) Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis.
c) Carl Rogers dipengarungi oleh diri (SELF).

4) Teori Konstruktivisme
Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau te-ori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesia-pan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intel-ektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan.
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun da-lam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Se-dangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133).
Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).





DAFTAR PUSTAKA

Alkhalayani, 2013, Teori Belajar Behavioristik, (online), (http://alkhalayani.wordpress.com/2013/03/27/teori-belajar-behavioristik/), di akses 20 Oktober 2015.
2013, Inti Teori Belajar Behavioristik, (online), (http://www.pendidikanekonomi.com/2013/01/inti-teori-belajar-behavioristik.html), di akses 20 Oktober 2015.
Teori Belajar Behavioristik, (online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik), di akses 20 Ok-tober 2015.
Alfallahu, 2013, Teori Pembelajaran Behavioristik, (online), (http://alfallahu.blogspot.com/2013/04/teori-pembelajaran-behavioristik.html), di akses 20 Oktober 2015.
https://papierppeint.wordpress.com/2012/08/17/motorik/, di akses 20 Oktober 2015.
Winda, H. 2011. Pembelajaran Konstruktivistik. (Online)
(http://windakutubuku.blogdetik.com/2011/03/24/pembelajaran-konstruktivistik/, di akses 20 Oktober 2015.

Nurjanah, N (2005). Penerapan Model Konstruktivisme dalam Pembelajaran Menulis Bahasa Indonesia. Disertasi PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Von Glasersfeld,E. (1988).Cognition, Construction of Knowledge, and Teach-ing.WashingtonD.C.:National Science Foundation.

1 komentar:

  1. Is MLB on Betting? Which Sports To Bet On? (December 2021)
    How to Bet titanium tubing on Baseball · MLB Odds · MLB Totals · MLB sporting100 Futures Odds. Betting on MLB 룰렛 돌리기 Baseball Odds for หาเงินออนไลน์ American Bettors · m w88 How to Bet on MLB

    BalasHapus